Akhirnya setelah sekian lama, gua sudah bisa menulis blog lagi (meskipun baru dua blog yang gua buat HAHA). Tahun ini gua kelas 12 SMA, yaa SMA 70 tentunya. Rencananya, gua mau masuk universitas negeri sih.. tapi kayaknya sulit, hmm.. Akhirnya gua mulai memikirkan untuk nyoba tes di perguruan tinggi swasta.
Gua mendaftar di Binus (Bina Nusantara) yang berada di Hang Lekir. Waktu gua dateng ke sana, tiba-tiba satpam nya nanya "Ada urusan apa Mas?" waduh, pikir gua. Gua kira Binus tuh universitas2 sampah yang isinya orang buangan karena ga diterima di universitas negeri (sorry yak kalo misjudge hehe). Ternyata pas gua masuk ke dalem nya, pintu kaca yang keren, lift, meja, dan hiasan yang tersusun rapih ngebuat ruangan itu kerasa mewah. Wah, pikir gua. Ternyata ga seperti yang gua bayangin, hehe.
Tanpa pikir panjang, gua langsung jalan ke meja resepsionis nya (udah kayak hotel). Gua banyak bertanya sama resepsionis, akhirnya gua memutuskan buat membeli formulir pendaftaran yang harganya lima ratus ribu itu (cukup mahal ya..). Dia ngejelasin bagaimana cara mengisi nya dan lain-lain. Waktu itu gua sangat terkejut, ternyata tes masuk nya perlu tes TOEFL dulu. Dan ternyata gua mendaftar di Binus Internasional yang isinya mahasiswa2 Chinesee gitu (gak maksud rasis ya). Pantas harganya mahal, pikir gua.
Akhirnya setelah sekian pekan terlewat, tiba juga saatnya hari tes masuk nya. Saat itu hari Sabtu, 29 Januari, gua deg-degan banget pas bangun tidur. Gak lama gua liat jam dinding, WAH, GUA HAMPIR TELAT! Langsung aja mandi alakadar nya, dan cabut pake Minerva kesayangan. Ketika sampai disana pukul 09.50 yang 10 menit lagi ujian dimulai, gua berputar2 di tempat parkir nyari dimana pintu masuknya. Gawat, gua harus pake cara cepat (bertanya). Akhirnya gua dikasih arahan sampai ke ruangan tes nya.
Ketika gua sampai di ruangan tes, gua shock ngeliat banyak iMac yang berjejer. Ternyata ujian nya pake komputer, pikir gua norak. Langsung saja gua cari tempat duduk yang pewe. Gak lama, ada seorang peserta cewek yang duduk di kursi sebelah gua. Cukup cakep, pikir gua. Gara-gara hal ini gua jadi gak konsen ngerjain ujian. Lalu, gua bingung. Tanpa ada arahan atau semacamnya, tiba-tiba ada komando disuruh ngerjain. Saat itu gua pingin banget buat nanya. Tapi entah kenapa, rasa 'gak mau entar malu' gua lebih besar rasanya, hingga niatan buat nanya pun hilang.
Ujian pun dimulai. Soal terdiri dari 160 butir tes kemampuan atau disebut (TOEFL), 100 butir soal matematika dasar, dan selembar kertas esai yang gua paling males (baca : gak bisa). Waktu gua ngerjain soal pertama, gua inget kalo motivator gua bilang jangan menyerah sebelum berperang. Ya, kira-kira seperti itu lah. Tapi kenyataannya beda. Di sekolah, gua bisa dibilang sebagai murid yang menempati peringkat 5 tapi dari bawah. Gak tahu kenapa gua bisa sampai sebodoh ini, tapi yang selalu ada di benak yaitu gua anak 70, kata gua dalam hati. Motivasi gua pun muncul sedikit demi sedikit. Mungkin gua harus nyoba, pikir gua lagi.
Tantangan pun terlewati seiring habisnya waktu ujian. Setelah ujian tersebut, gua langsung menuju ruangan interview tanpa ragu (karena udah dikasih tahu tempatnya). Ya, interview juga termasuk ujian nya. Gua mulai deg-degan nunggu nama gua dipanggil. Sembari menunggu dipanggil, gua jalan berputar untuk ngilangin rasa deg-degan itu. Ketika itu gua bisa ngeliat Senayan City dengan jelas dari kaca. Wah, bisa tiap hari habis kuliah nih gua jalan-jalan, pikir gua norak lagi. Gak lama, peserta yang tadi masuk duluan udah keluar. Dia cerita ke temennya kalo dia ngapain aja pas di-interview. Gua shock lagi pas dia bilang interview nya make bahasa Inggris. Udah tau bahasa inggris gua pas-pasan gini, semoga aja gua bisa nyambung diajak ngobrol. Ah, mungkin ngerti aja udah bagus.
Tiba saatnya nama gua dipanggil. Hati gua langsung berdegup dagdigdug dagdigdug kayak lagunya Sweet Baby (mungkin pada gak tau lagunya). Ketika gua masuk, gua ngerasa legaan dikit gara-gara yang di dalem sana orang Indonesia. Langsung saja gua jabat tangan. Tiba-tiba gua shock lagi pas dia bilang "Good morning, how do you do?". "I'm Reza, nice to meet you." sahut gua. Untung gua pernah belajar Inggris dikit-dikit pas SD.
Setelah dua minggu berlalu, tiba saatnya hari pengumuman. Saat itu gua lagi di sekolah karena itu hari Selasa. Lagi, gua deg-degan nungguin pengumumannya, wah, lama-lama sakit jantung nih gua, pikir gua bercanda dalam hati. Jam menunjukkan pukul 12 siang, tapi nama gua belum ada (atau nggak bakal ada) di website Binus. Ah, palingan belum di update, pikir gua yang langsung turun ke kantin buat makan. Gua makin khawatir pas temen gua bilang, "Te, elu bukan tandingan orang-orang Chinesee kayak mereka. Mereka tuh pinter-pinter." kata Sadrakh, temen sekelas gua. Kekhawatiran gua pun memuncak ketika jam menunjukkan pukul 3 sore dan nama gua belum ada di website. Waktu itu gua udah hampir pasrah, yah, masih ada lain waktu, pikir gua. Lalu gua ngecek sekali lagi, tiba-tiba nama gua muncul di sana, bertuliskan 'Reza Adhitya, Lulus, Grade A' gua langsung ga bisa ngomong apa-apa. Ya, gua hanya diam ngeliatin apa itu bener-bener nama gua. Berkali-kali diliat emang bener itu nama gua, tapi gua masih gak percaya kalo gua lulus tes masuk nya, padahal banyak soal yang gua gak ngerti.
Setelah itu gua ngasih informasi ke bokap gua, dan dia cuma bilang "Bagus deh kalo gitu." hmm... Yak, pelajaran yang gua dapet saat itu, Jangan pernah menyerah sebelum mencoba, dan mungkin, lu semua yang baca ini bisa termotivasi untuk masuk Binus (lho?). Maksud gua, termotivasi supaya gak gampang nyerah. Guru gua pernah bilang 'Sekali kamu menyerah, maka hancurlah hidupmu.'. Kata-kata itu yang selalu gua simpen dalem hati gua.
Oke, sampai disini aja blog gua kali ini. Semoga aja gua masih niat buat nulis blog-blog selanjutnya.
Sampai Jumpa
My Life, My Desire, My Adventure
Petualangan itu adalah alam dan segala tantangannya, dan Tujuan dari sebuah perjalanan bukanlah kita sampai pada puncaknya, melainkan kita pergi dengan aman dan pulang dengan selamat.
Senin, 07 Februari 2011
Selasa, 23 Maret 2010
Mt. Ciremai, 1825 MDPL - The Turning Point
Pas sedang rapat buat Latihan Pemantapan, latihan lanjutan untuk anggota mudaSISGAHANA yang diharuskan untuk mendaki satu gunung, tak sengaja ada yang nyletuk"Ciremai !". Akhirnya kita semua memutuskan buat naik Ciremai.
Sabtu, 20 Maret 2010 kami ber 14 - Saya, Vina, Bayu, Ajeng, Tiara, Danti, Pipit, Rio, Andra, Sasti, Tya, Ai, Pak Eddy, dan Rambo (strong nih orang) berkumpul di Bulungan, cukup ramai menurut saya untuk sebuah pendakian, karena saya biasanya saya mendaki tidak beramai-ramai.
Ciremai berada di wilayah tiga kota, Kuningan, Cirebon, dan Majalengka. Menurut sang ketua SISGAHANA, Tiara, kami memilih Jalur di Kuningan yaitu Palutungan. Untung ada bus yang langsung dari Lebak Bulus menuju Kuningan. Langsunglah kami naik bus tersebut.
Lebak Bulus - Linggarjati menghabiskan kira-kira 6 jam perjalanan. Di perjalanan langit tampak cerah, tapi tak tertutup kemungkinan untuk cuaca berubah sangat ekstrim. Cuaca sekitar bulan Maret-April sangat labil, tidak dapat ditebak, dan banyak sms yang mengingatkan kami untuk berhati-hati pada cuaca makanya kami hati2 dalam perjalanan kali ini. Tapi, kalau saya pribadi sih lebih suka cuaca yang tak terduga, 'itu' yang Saya cari-cari dalam sebuah pendakian.
Pukul 14.00 Sore, kami tiba di Linggarjati setelah oper2 angkutan desa (namanyaAngDes). Kami tiba langsung di Base Camp, titik awal dari pendakian karena kami carter Angdes. Dari Base Camp, kami langsung menuju Pos I - Linggarjati, yaitu pos pendaftaran, segera kami mendaftar. Untungnya disana ada warung, jadi kami bisa melengkapi logistik dan peralatan kami yang kurang. Disitu kami bertemu dengan Opick yang akan menjadi guide kami dalam perjalanan. Jadilah kami ber-15 orang.
Pukul 16.00 Sore, kami berangkat setelah melengkapi kekurangan kami sampai di Pos II - Cibunar pada Pukul 17.30, yaitu pos tempat kami camp dikarenakan hari yang mulai gelap, dan sangat tidak dianjurkan untuk mendaki pada saat malam . Di Cibunar, kami kesulitan untuk mendirikan tenda karena gelapnya malam.
Baru setelah kami makan, beristirahat sebentar, lalu kami briefing untuk pendakian esoknya. Dalam briefing tersebut kami mengecek ulang persediaan logistik. Setelah di hitung-hitung, ternyata persediaan logistik kami kurang banyak terutama air. Setelah briefing usai, kami semua beristirahat untuk bekal menghadapi kejamnya tanjakan di jalur. Ketika semua telah terlelap- Saya, Rambo, Pak Eddy, dan Opick berbincang sembari berfikir untuk this not well prepared peregrination dan disitu saya menyadari bahwa beberapa teman saya downkarena kondisi dan medan yang berat, terutama cuaca yang tak terduga.
Minggu, 21 Maret 2009 - Pukul 04.30, Saya terbangun dari tidur- tidak tahu jam berapa Saya tidur karena Saya tidak peduli haha. Langsung saja Saya dan Opick memasak air panas untuk menghangatkan tubuh. Tak lama, teman-teman saya terbangun karena kegaduhan yang saya buat. Setelah ada matahari, barulah kami memasak nasi serta lauknya karena kami membutuhkan kalori yang besar untuk mendaki, semua makanan terbagi dengan rata.
Pukul 07.00, Saya, Opick, dan Pak Eddy pergi kembali ke Pos I, untuk membeli semua persediaan yang kurang seperti air, batre, beras, dll. Setelah kami membeli persediaan, kami melanjutkan dengan sarapan (enak, ga ada yang ganggu, haha) lalu bergegaslah kami kembali ke Pos II untuk membagi beban supaya rata beratnya.
Pukul 09.00, kami semua telah rapi dengan packingan yang mantap dan siap untuk melanjutkan pendakian. Di pendakian, kami secara tidak sengaja terbagi menjadi 2 grup, dikarenakan tidak semua peserta bisa melaju dengan kecepatan yang stabil. Saya dan Ai berada di grup belakang, untuk membantu para wanita mendaki. Tidak lama dan tidak jauh, kami bertemu dengan grup depan di Pos III - Leuweung Datar pada Pukul 11.30, tapi mereka langsung bergerak setelah kami sampai (gak tau pada capek apa). Setelah beristirahat sebentar, kami bergerak dan bertemu grup depan (lagi) di Pos IV - Condong Amis pada Pukul 13.00, dan mereka bergerak (lagi). Tak lama setelah bergerak cukup jauh, kami merasakan air-air yang dibawa terasa 'menggigit' bahu kami dengan beratnya itu.
Pukul 15.00, kami menunda pendakian dikarenakan cuaca hujan, segeralah kami memasang flyshit dan memasak. Setelah hujan usai, kami melanjutkan pendakian dan terbagi menjadi dua grup (lagi) seperti biasa, Saya dan Ai dibelakang untuk membantu, tapi kali ini disertai dengan Rio. Pukul 16.00, kami sampai di Pos V - Kuburan Kuda, disini kami beristirahat sebentar dan menyatu kembali.
Kami melanjutkan pendakian pada Pukul 17.00, kami melewati Pos VI - Pangalap, tapi kami hanya melewatinya karena hari yang mulai sore dan sangat berbahaya untuk mendaki malam hari. Pukul 18.00, kami tiba di Pos VII - Tanjakan Seruni, dan langsung kami mendirikan flyshit dan tenda. Kami camp disana, dan briefing untuk keesokan harinya.
Senin, 22 Maret 2009 Pukul 07.00, kami berdiskusi untuk melanjutkan atau tidak dikarenakan waktu yang mepet dan kondisi cuaca yang tak terduga. Akhirnya kami memutuskan untuk menghubungi Pak Eddy karena dia menjadi pengawas yang memonitori pergerakan kami dari bawah. Bodohnya disana kami memakai handphone buat menghubungi Pak Eddy, sedangkan disana sinyal terhalangi oleh lebatnya hutan ckck..
Pukul 09.00, kami belum mencapai keputusan yang bulat, akhirnya Rambo dan Opick yang menjadi penengah menyarankan untuk turun saja karena perjalanan tidak bisa dilanjutkan kalau ada satu orang saja yang ragu-ragu untuk naik. Akhirnya dengan berat hati, kami menerima kenyataan dan turun. Tapi sebelum turun, kami berpesta air dulu, karena air yang telah berat kami bawa ke atas untuk persediaan menjadi kurang bermanfaat. Air yang tersisa kami kubur di sana, agar sewaktu kita naik lagi, kita tidak terlalu berat bawaannya.
Pukul 10.00, kami turun dan terbagi (lagi) menjadi 2 grup. Seperti biasa, Saya dan Ai dibelakang. Di perjalanan, kami tidak terlalu merasa lelah karena perjalanannya menurun. Tapi, di tengah-tengah perjalanan cuaca kembali memburuk dan turun hujan, itu pada Pukul 13.00. Kami tetap melanjutkan meski hujan karena dikejar waktu.
Kami sampai kembali di Pos I - Linggarjati lalu bersih-bersih dan makan (ini saat paling nikmat). Disitu Saya berfikir, bahwa tujuan dari sebuah pendakian bukanlah kita sampai pada puncaknya, melainkan kita mendaki dengan aman dan turun dengan selamat.
Dari sana, kami carter pick-up dan naik kereta sampai Gambir. Semua pulang dengan selamat.
Langganan:
Komentar (Atom)